LAPORAN
HASIL STUDY TOUR
Disusun oleh:
Ø Farhan Nur Habibi
Ø Erna Tri Lestari
Ø Imam Mansur
Ø Istiqomah
Ø Faridatul laila
MADRASAH ALIYAH NEGERI PESANGGARAN
Jl.H. Ichsan kesilir Po. Box 237 Telp. (0333) 711129
Siliragung Banyuwangi 68488
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan kegiatan study tour tahun 2013 bertempat di
Yogyakarta dengan judul kunjungan BOROBUDUR dan KERATON
Yogyakarta.
Telah diperiksa dan disahkan pada,
Hari : Jum’at
Tanggal : 20 Desember 2013
.
Mengesahkan,
|
|
Wali kelas
|
Pembimbing
|
Anis Muyasaroh
NIP.19770302005012003
|
Isdiyanto, S.pd
NIP.19690417
2000501 1002
|
Mengetahui,
|
|
Kepala
MAN Pesanggaran
|
|
Drs.Saeroji, M.Pd.I,M.Ag.
NIP.196802022001121003
MOTTO
& Kita tidak akan pernah mengetahui bagaimana
kuasa Tuhan bekerja hingga kita mulai belajar memahaminya.
& Apapun yang kita peroleh tidak akan membuat
bahagia, kalau kita tidak mengerti cara minikmati keadaan kita.
& Pengalaman bukan dinilai dari lamanya melakukan
suatu hal. Namun, dari seberapa banyak kita dapat menarik
pelajaran dari apa yang sudah kita alami.
& Pengetahuan adalah mata uang yang digunakan di belahan dunia manapun.
& Suatu hal yang besar dimulai dengan hal-hal yang kecil dan sepele.
HALAMAN PERSEMBAHAN
Laporan Study Tour ini, penyusun persembahkan kepada:
1. Keluarga besar
penulis, yang telah mendukung pelaksanaan kegiatan sekolah
2. Kepada Bapak/
Ibu guru MAN PESANGGARAN
3. Teman-teman
seperjuangan kelas XI tahun ajaran 2013 dalam pelaksanaan Study Tour di Yogyakarta.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kita
masih dalam keadaan sehat wal afiat
amin,
dan kami bersyukur sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Study Tour dan penulisan laporan akhir Study Tour di Yogyakarta dengan baik.
Selama pelaksanaan Study Tour dan penyusunan laporan itu
sendiri banyak pihak yang membantu dalam kelancaran tugas tersebut. Akhirnya,
dengan pembuatan ini dapat dijadikan referensi yang bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan
pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Pasanggaran khususnya yang merupakan media
yang sangat elementer di tengah-tengah masyarakat.
1. Seluruh pihak
yang tergabung dalam wakil kepala sekolah hubungan masyarakat.
2. Bapak dan Ibu Guru MAN Pesanggaran yang telah memberikan bekal ilmu sehingga kami dapat menyelesaikan laporannya.
3. Pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari keterbatasan kemampuan sehingga laporan ini masih
jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik yang membangun dan saran yang bermanfaat dari
pembaca untuk kesempurnaan laporan ini.
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. i
MOTTO .................................................................................................... ii
HALAMAN
PERSEMBAHAN ............................................................... ii
KATA
PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Dasar Penulisan .......................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................... 1
D. Waktu Dan Tempat .................................................................... 1
BAB II STUDY DI UNESA
A.Sejarah ............................................................... 2
B.
Lokasi Kampus.................................................................. 2
C.
Fakultas Dan Program Study ...................................................... 2
D.Biaya
Pendidikan
......................................................... 2
E.Fasilitas
Dan Biro Lembaga.................................................................... 3
F.Unit Kegiatan
Mahasiswa........................................................................ 3
G.Gedung
Perkuliahan UNESA
................................................................ 3
BAB III KUNJUNGAN KE BOROBUDUR
a.
Sejarah Pembangunan ............................................................. 4
b.
Tahap Pembangunan Borobudur .............................................. 5
c.
Konsep Rancang Pembangunan .............................................. 6
d.
Struktur Bangunan ..................................................................... 8
BAB IV KERATON
A. Sejarah
a.sejarah keraton Yogyakarta ........................................................ 9
b.Keistimewaa
...................................................... 10
c.lokasi dan fasilitas
................................................................................. 12
BAB V OBYEK WISATA
A.
Malioboro
a. pasar malioboro ..................................................................... 13
BAB VI KESIMPULAN dan SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................ 14
B. Saran ........................................................................................... 14
BAB VII PENUTUP .................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan utama study tour adalah untuk menambah
wawasan dan pengetahuan tentang suatu obyek
peninggalan sejarah yang ada di Indonesia . Untuk itu kami
berterima kasih kepada MAN
Pesanggran yang telah mengadakan atau memberi
kesempatan untuk mengadakan
program Study Tour untuk para siswa-siswi kelas XI ke Yogyakarta. Kegiatan ini juga dipadukan dengan
kunjungan ke berbagai objek wisata di suatu daerah agar proses belajar tidak
terlalu monoton dan memperlihatkan objek wisata di luar kota Solo.
B.
Dasar
Penulisan
Laporan
ini disusun sebagai bahan pertanggung jawaban setelah pelaksanaan Study Tour di Yogyakarta. Dalam penulisan
laporan kami
menggunakan metode observasi langsung dan pengumpulan data dalam berbagai
sumber. Dengan demikian penulisan berisi tentang hal-hal yang sudah
dilaksanakan bersama
oleh kami
dipadukaan dengan pengumpulan data dari berbagai sumber yang terdapat di
internet.
C.
Tujuan
Suatu kegiatan dilaksanakan
tentunya memiliki berbagai tujuan yang melatar belakangi kegiatan tersebut.
Dalam hal ini tujuan dari Study Tour
dan penulisan laporan adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi tugas sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan
2. Membekali siswa akan gambaran langsung suatu obyek
pengamatan
3. Siswa mendapat gambaran tentang sejarah dimana mereka dapat menerapkan
ilmu yang mereka dapat di Sekolah maupun di tempat study tour
4. Melatih siswa dalam mempertanggung jawabkan pelaksanaan
program sekolah dalam bentuk laporan.
D.
Waktu
dan Tempat
Pelaksanaan Study Tour dilaksanakan
oleh semua siswa kelas XI
dalam waktu yang kurang lebih 4 hari di Yogyakarta dengan berbagai
tempat tujuan.
hari, Tanggal: 20 Desember
2013
waktu : 3 hari
tempat : Surabaya (UNESA),Yogyakarta dan Jawa tengah
BAB II
STUDY DI UNESA
A. Sejarah
Berawal dari nama IKIP Surabaya, institusi ini
awalnya hanya menyelenggarakan kursus-kursus untuk memenuhi tingkat kebutuhan
tenaga pengajar di Indonesia di tingkat SMP dan SMA yang bernama kursus B-I
dan B-II. Kursus tanpa gelar ini meliputi berbagai bidang seperti bahasa
inggris, bahasa jerman, teknik, ekonomi, perniagaan, dan lain-lain, yang
berlangsung dari tahun 1950 sampai tahun 1960 dengan meminjam ruangan kelas
serta laboratorium milik Belanda pada saat itu, yakni Hoogere Burger School
atau HBS. Pada tahun 1960, kursus-kursus tersebut dimasukkan ke dalam
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Airlangga dan berada
di dua cabang universitas, yakni di Malang dan Surabaya. FKIP kemudain
berganti nama menjadi IKIP yang berdiri sendiri pada tanggal 19 Desember
1964. Di tahun ini, IKIP Surabaya memiliki lima fakultas, dan menambah satu
lagi pilihan fakultasnya di tahun 1977. Nama IKIP Surabaya berubah menjadi
Universitas Negeri Surabaya pada tanggal 4 Agustus 1999, dan memiliki enam
fakultas yakni Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Bahasa dan Sastra
(FBS), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Ilmu
Sosial (FIS), Fakultas teknik (FT, dan Fakultas Ilmu keolahragaan (FIK).
Unesa juga memiliki satu program pascasarjana. Karena sejarah Unesa tak bisa
lepas dari IKIP Surabaya, maka keputusan diesnatalis Unesa ditetapkan pada
saat IKIP Surabaya dibentuk, yakni pada tanggal 19 Desember 1964.
B. Lokasi Kampus
Unesa memiliki dua kampus utama. Yang pertama yakni
terletak di Jl. Ketintang, dan yang kedua terletak di Jl. Lidah Wetan,
Surabaya.
C. Fakultas dan Program Studi
Sebagai salah satu perguruan tinggi pilihan di
Surabaya, Unesa memiliki beberapa fakultas dan program studi untuk menjadi
pilihan para mahasiswa. Total, Unesa memiliki 63 program studi yang meliputi
berbagai bidang dan dari jenjang D2, D3, S1, S2, sampai program doktoral
(S3).
Di Bidang pendidikan, Unesa memiliki Fakultas Ilmu
Pendidikan (FIP) dengan berbagai jurusan seperti pendidikan luar biasa, PGSD,
manajemen pendidikan, dll.
Sementara di bidang seni, beberapa jurusan
disediakan seperti jurusan bahasa inggris, bahasa jerman, bahasa mandarin,
bahasa jepang, bahasa daerah, serta bahasa Indonesia.
Di bidang sains dan teknologi, Unesa memiliki
beberapa jurusan, yakni matematika, fisika, kimia, biologi, teknik elektro,
teknik mesin, serta teknik sipil.
Sedangkan bagi kamu yang berminat di bidang
perekonomian, Unesa juga mempunyai jurusan yang bisa dipilih seperti
pendidikan ekonomi, akuntansi, serta manajemen.
D. Biaya Pendidikan
Bagi kamu yang ingin melanjutkan kuliah di Unesa,
biaya pendidikan diperkirakan berkisar antara Rp 800.000 – Rp 8.000.000,-.
E. Fasilitas & Biro Lembaga
Untuk mendukung proses perkuliahan, masing-masing
fakultas memiliki beragam fasilitas seperti ruang perkuliahan yang kondusif.
Selain itu, terdapat pula berbagai macam fasilitas seperti:
Penghargaan
F.
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
Unesa memiliki beberapa UKM untuk menyalurkan minat
dan bakat mahasiswa. Diantaranya adalah bidang penalaran, bidang minat dan
bakat, bidang kesejahtareaan, serta bidang kerohanian yang bisa diikuti para
mahasiswa, sehingga hobi dan bakat para mahasiswa bisa tersalurkan dengan
cara yang positif.
G. Gedung Perkuliahan Baru UNESA
Untuk meningkatkan kualitas
perkuliahan, Rektor Unesa baru-baru ini meresmikan 4 gedung perkuliahan baru
di Fakultas Ilmu Sosial (FIS), yakni Gedung I-1, I-3, I-5, dan I-7 pada
tanggal 8 Februari 2012 yang lalu. Gedung representative baru ini diharapkan
mampu membuat proses perkuliahan menjadi lebih kondusif. Peresmian gedung
baru ini sekaligus melegaka para mahasiswa FIS yang sebelumnya harus
melaksanakan perkuliahan di perpustakaan karena gedung tersebut sedang dalam
tahap renovasi.
BAB III
KUNJUNGAN BOROBUDUR
a. Sejarah pembangunan
Pembangunan candi-candi Buddha —
termasuk Borobudur — saat itu dimungkinkan karena pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun candi.
Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya, Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas Buddha), untuk
pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi.
Petunjuk ini dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno,
agama tidak pernah menjadi masalah yang dapat menuai konflik, dengan
dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja menyokong dan mendanai
pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya. Akan tetapi diduga
terdapat persaingan antara dua wangsa kerajaan pada masa itu — wangsa
Syailendra yang menganut Buddha dan wangsa Sanjaya yang memuja Siwa — yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada
tahun 856 di perbukitan Ratu Boko. Ketidakjelasan juga timbul
mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan, candi megah yang dipercaya
dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban wangsa Sanjaya
untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra, akan tetapi
banyak pihak percaya bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan yang
penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu pihak Sailendra juga terlibat
dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.
b.Tahapan pembangunan Borobudur
Para ahli arkeologi menduga bahwa
rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal yang sangat besar memahkotai
puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan berat ini
membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur
memutuskan untuk membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga
barisan stupa kecil dan satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah
perkiraan tahapan pembangunan Borobudur:
c.Konsep
rancang bangunan
Pada hakikatnya Borobudur adalah
sebuah stupa yang bila dilihat dari atas
membentuk pola Mandala
besar. Mandala adalah pola rumit yang tersusun atas bujursangkar dan lingkaran
konsentris yang melambangkan kosmos atau alam semesta yang lazim
ditemukan dalam Buddha aliran Wajrayana-Mahayana. Sepuluh pelataran yang
dimiliki Borobudur menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana yang secara bersamaan
menggambarkan kosmologi yaitu konsep alam semesta, sekaligus tingkatan alam pikiran
dalam ajaran Buddha. Bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh
tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha. Dasar denah bujur
sangkar berukuran 123 m (400 kaki)
pada tiap sisinya. Bangunan ini memiliki sembilan teras, enam teras terbawah
berbentuk bujur sangkar dan tiga teras teratas berbentuk lingkaran.
Pada tahun 1885, secara tidak disengaja ditemukan struktur
tersembunyi di kaki Borobudur. Kaki tersembunyi ini terdapat relief yang 160
diantaranya adalah berkisah tentang Karmawibhangga. Pada relief panel
ini terdapat ukiran aksara yang merupakan petunjuk bagi pengukir untuk
membuat adegan dalam gambar relief. Kaki asli ini tertutup oleh penambahan
struktur batu yang membentuk pelataran yang cukup luas, fungsi sesungguhnya
masih menjadi misteri. Awalnya diduga bahwa penambahan kaki ini untuk
mencegah kelongsoran monumen. Teori lain mengajukan bahwa penambahan kaki ini
disebabkan kesalahan perancangan kaki asli, dan tidak sesuai dengan Wastu Sastra, kitab India mengenai arsitektur
dan tata kota.] Apapun alasan penambahan kaki ini,
penambahan dan pembuatan kaki tambahan ini dilakukan dengan teliti dengan
mempertimbangkan alasan keagamaan, estetik, dan teknis.
·
Ketiga
tingkatan ranah spiritual dalam kosmologi Buddha adalah:
Kamadhatu
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai
oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar
tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi
candi. Pada bagian kaki asli yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 160
panel cerita Karmawibhangga yang kini tersembunyi. Sebagian kecil
struktur tambahan di sudut tenggara disisihkan sehingga orang masih dapat
melihat beberapa relief pada bagian ini. Struktur batu andesit kaki tambahan
yang menutupi kaki asli ini memiliki volume 13.000 meter kubik.
Rupadhatu
Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada
dindingnya dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu.
Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300
gambar relief. Panjang relief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir
dekoratif. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu,
tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam
antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian
Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk atau relung dinding di
atas pagar langkan atau selasar. Aslinya terdapat 432 arca Buddha di dalam
relung-relung terbuka di sepanjang sisi luar di pagar langkan. Pada pagar
langkan terdapat sedikit perbedaan rancangan yang melambangkan peralihan dari
ranah Kamadhatu menuju ranah Rupadhatu; pagar langkan paling rendah
dimahkotai ratna, sedangkan empat tingkat pagar langkan diatasnya dimahkotai
stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras bujursangkar ini kaya akan hiasan
dan ukiran relief.
Arupadhatu
Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan
relief, mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief.
Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau
tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan
alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan
ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Pada pelataran lingkaran
terdapat 72 dua stupa kecil berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang
mengelilingi satu stupa besar sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk
lonceng ini disusun dalam 3 teras lingkaran yang masing-masing berjumlah 32,
24, dan 16 (total 72 stupa). Dua teras terbawah stupanya lebih besar dengan
lubang berbentuk belah ketupat, satu teras teratas stupanya sedikit lebih
kecil dan lubangnya berbentuk kotak bujur sangkar. Patung-patung Buddha
ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam
kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar. Rancang
bangun ini dengan cerdas menjelaskan konsep peralihan menuju keadaan tanpa
wujud, yakni arca Buddha itu ada tetapi tak terlihat.
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud
yang sempurna dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa
digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah
ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga Buddha yang tidak
rampung, yang disalahsangkakan sebagai patung 'Adibuddha', padahal melalui
penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung di dalam stupa utama, patung
yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu.
Menurut kepercayaan patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak
boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini
menemukan banyak patung seperti ini. Stupa utama yang dibiarkan kosong diduga
bermakna kebijaksanaan tertinggi, yaitu kasunyatan, kesunyian dan ketiadaan
sempurna dimana jiwa manusia sudah tidak terikat hasrat, keinginan, dan
bentuk serta terbebas dari lingkaran samsara.
d.Struktur
bangunan
Arca singa penjaga gerbang Ukiran raksasa sebagai kepala pancuran drainase
Penampang candi Borobudur terdapat
Tangga
Borobudur mendaki melalui serangkaian gapura berukir
Kala-Makara
rasio perbandingan 4:6:9 antara bagian
kaki, tubuh, dan kepala
Sekitar 55.000 meter kubik batu andesit diangkut dari tambang batu dan
tempat penatahan untuk membangun monumen ini. Batu ini dipotong dalam ukuran
tertentu, diangkut menuju situs dan disatukan tanpa menggunakan semen. Struktur
Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock
(saling kunci) yaitu seperti balok-balok lego yang bisa menempel tanpa perekat. Batu-batu ini disatukan
dengan tonjolan dan lubang yang tepat dan muat satu sama lain, serta bentuk
"ekor merpati" yang mengunci dua blok batu. Relief dibuat di lokasi
setelah struktur bangunan dan dinding rampung.
BAB IV
KERATON YOGYAKARTA
A.
Keraton
Jogjakarta mulai didirikan oleh Sultan
Hamengku
Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti.
Lokasi
keraton konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang
bernama
Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat
iring-iringan
jenazah raja-raja Mataram yang akan dimakamkan
di Imogiri.
Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan
sebuah
mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan
Beringan.
Sebelum menempati Keraton Jogjakarta,
Sultan
Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan
Ambar
Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan
Gamping,
Kabupaten Sleman. Lokasi Keraton Jogjakarta berada
di antara Sungai Code di sebelah timur dan Sungai Winongo di sebelah
barat serta Panggung Krapyak di sebelah selatan dan Tugu Jogja di sebelah
utara. Lokasi ini juga berada dalam satu garis imajiner
Laut Selatan dan Gunung Merapi.
B.Keistimewaan
Kata
keraton berasal dari kata ka-ratu-an, yang berarti tempat tinggal ratu/raja.
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta ini memiliki tujuh kompleks inti
yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan
Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan
Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Secara garis besar
wilayah keraton memanjang 5 km ke arah selatan hingga Panggung Krapyak dan 2
km ke utara berakhir di Tugu. Pada garis ini terdapat garis linier dualisme
terbalik. Bisa dibaca secara simbolik filosofis bahwa dari Panggung Krapyak
menuju ke Keraton (Kompleks Kedhaton) menunjukkan "sangkan",
yaitu asal mula penciptaan manusia sampai manusia tersebut dewasa. Ini dapat
dilihat dari kampung di sekitar Panggung Krapyak yang diberi nama kampung
Mijen (berasal dari kata "wiji" yang berarti benih). Di
sepanjang jalan D.I. Panjaitan ditanami pohon asam dan pohon tanjung yang
melambangkan masa anak-anak menuju remaja. Dari Tugu menuju ke Keraton (Kompleks
Kedhaton) menunjukkan "paran" tujuan akhir manusia yaitu
menghadap penciptanya. Tujuh gerbang dari Gladhag sampai Donopratopo
melambangkan tujuh langkah/gerbang menuju surga (seven steps to heaven).
Sedangkan dari Keraton menuju Tugu juga diartikan sebagai jalan hidup yang
penuh godaan. Pasar Beringharjo melambangkan godaan wanita, sedangkan godaan
akan kekuasaan dilambangkan lewat Gedung Kepatihan. Keduanya terletak di
sebelah kanan. Jalan lurus itu sendiri sebagai lambang manusia yang dekat
dengan Pencipta (Sankan Paraning Dumadi). Secara sederhana, Tugu
adalah perlambangan Lingga (laki-laki) dan Panggung Krapyak perlambangan Yoni
(perempuan). Sedangkan Keraton sebagai jasmani yang berasal dari keduanya.
Tugu dan
Bangsal Manguntur Tangkil atau Bangsal Kencana (tempat singgasana raja),
terletak dalam garis lurus. Hal ini mengandung arti, ketika Sultan duduk di
singgasananya dan memandang ke arah Tugu, maka
beliau akan selalu mengingat rakyatnya (manunggaling
kawula gusti). Tatanan Keraton sama seperti Keraton Dinasti Mataram pada
umumnya. Bangsal Kencana yang menjadi tempat raja memerintah –menyatu dengan
Bangsal Prabayeksa sebagai tempat menyimpan senjata-senjata pusaka Keraton
(di ruangan ini terdapat lampu minyak Kyai Wiji, yang selalu dijaga abdi
dalem agar tidak padam)— berfungsi sebagai pusat. Bangsal tersebut dilingkupi
oleh pelataran Kedhaton, sehingga untuk mencapai pusat, harus melewati
halaman yang berlapis-lapis menyerupai rangkaian bewa (ombak) di atas lautan.
Tatanan spasial Keraton ini sangat mirip dengan konstelasi gunung dan dataran
Jambu Dwipa, yang dipandang sebagai benua pusatnya jagad raya.
Bangunan-bangunan
Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional. Di
beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti
Portugis, Belanda, bahkan Cina. Bangunan di tiap kompleks biasanya
berkonstruksi Joglo atau turunan konstruksinya. Secara umum tiap kompleks
utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari pantai selatan,
bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon tertentu. Kompleks
satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan
dihubungkan dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu. Daun pintu
terbuat dari kayu jati yang tebal. Di belakang atau di muka setiap gerbang
biasanya terdapat dinding penyekat yang disebut Renteng atau Baturono. Pada
regol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas.
Keraton
diapit dua alun-alun yaitu Alun-Alun Utara dan Alun-Alun Selatan.
Masing-masing alun-alun berukuran kurang lebih 100×100 meter. Sedangkan
secara keseluruhan Keraton Yogyakarta berdiri di atas tanah seluas 1,5 km
persegi. Bangunan inti keraton dibentengi dengan tembok ganda setinggi 3,5
meter berbentuk bujur sangkar (1.000 x 1.000 meter). Sehingga untuk
memasukinya harus melewati pintu gerbang lengkung yang disebut plengkung. Ada
lima pintu gerbang plengkung (dua di antaranya masih masih bisa kita saksikan
hingga kini) yaitu Plengkung Tarunasura atau Plengkung Wijilan di sebelah
timur laut, Plengkung Jogosuro atau Plengkung Ngasem di sebelah barat daya,
Plengkung Joyoboyo atau Plengkung Tamansari di sebelah barat, Plengkung
Nirboyo atau Plengkung Gading di sebelah selatan, dan Plengkung Tambakboyo
atau Plengkung Gondomanan di sebelah timur. Di dalam benteng, khususnya yang
berada di sebelah selatan dilengkapi jalan kecil yang berfungsi untuk
mobilisasi prajurit dan persenjataan. Sedangkan sebagai pertahanan, pada
keempat sudut benteng dibuat bastion (tiga di antaranya masih bisa kita
saksikan hingga kini) yang dilengkapi dengan lubang kecil yang berfungsi
untuk mengintai musuh.
Di dalam
bangunan benteng, selain ada bangunan keraton tempat tinggal Raja, di
sekitarnya juga ada sejumlah kampung sebagai tempat bermukim penduduk, yang
pada zaman dulu merupakan abdi dalem keraton, namun pada perkembangan
berikutnya, hingga sekarang, orang yang tinggal di dalam benteng keraton
tidak harus sebagai abdi dalem. Nama-nama kampung di dalam "njeron
beteng" (wilayah dalam benteng) mempunyai sejarahnya sendiri dan
masing-masing berbeda. Sebagai contoh gamelan, dahulu merupakan tempat
tinggal para abdi dalem yang bekerja sebagai gamel (pemelihara kuda), siliran
(pemelihara lampu/alat penerangan), nagan (niyagan/penabuh gamelan), matrigawen
(penjaga keamanan lingkungan keraton), patehan (pembuat dan penyedia teh), kenekan
(dari kata Bahasa Belanda knecht/pembantu, untuk menyebut para abdi dalem
yang membantu kusir/sais kereta kuda), Langenastran (tempat tinggal
kesatuan prajurit Langen Astra yang bertugas sebagai pengawal Sultan), Suryaputran
(tempat tinggal Pangeran Suryaputra, putra Sultan Hamengku Buwana VIII), Kauman
(tempat tinggal para Kaum/pemimpit umat Islam), rotowijayan (tempat menyimpan
dan memelihara kereta kuda milik keraton), tamansari (tempat tinggal para
istri dan puteri raja yang belum menikah), dan seterusnya.
C.Lokasi dan Fasilitas
Kompleks Keraton Sultan
Jogjakarta terletak di pusat kota Jogjakarta, tepatnya persis di sebelah
selatan titik km. 0 Kota Jogjakarta. Dari Tugu Jogjakarta, kita tinggal
berjalan lurus ke selatan, melewati Jalan Malioboro hingga memasuki gerbang
utara Keraton di Alun-Alun Utara Jogjakarta. Karena terletak di pusat kota
Jogjakarta, fasilitas dan akomodasi di sekitar kompleks Keraton Sultan
Jogjakarta sangatlah lengkap. Selain segala jenis hotel, dari mulai hotel
berbintang hingga hotel melati, dan segala jenis restoran/tempat makan, dari
mulai restoran mewah hingga angkringan (warung makan kaki lima khas
Jogjakarta), kita juga bisa memanjakan hasrat belanja kita dengan segala
macam cinderamata, pakaian, kerajinan, dan makanan khas Jogjakarta di
sepanjang Jalan Malioboro, di Pasar Beringharjo, maupun di toko-toko di
sekitar kompleks keraton. Semuanya tidak terlalu jauh dari keraton dan bisa
ditempuh dengan jalan kaki atau naik becak maupun andong (sejenis kereta
kuda). Begitu pula dengan sarana transportasi dan komunikasi, semuanya dapat
kita peroleh dengan mudah. Kawasan wisata Keraton Sultan Jogjakarta ini buka
setiap hari Senin hingga Minggu, jam 08.00 s.d. 13.30, kecuali hari Jumat jam
08.00 s.d. 11.30. Harga tiket masuk bagi turis lokal Rp. 5.000, -, sedangkan
untuk turis asing Rp. 10.000, - .
BAB V
OBYEK WISATA
Malioboro
Tidak
lengkap rasanya jika berkunjung ke Yogyakarta tanpa pergi ke jalan yang satu
ini yaitu Jl. Malioboro dengan panjang kurang lebih 2 km dari pintu
perlintasan KA Stasiun Tugu sampai Kraton Kasunanan Yogyakarta. Kata
malioboro sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “Karangan
Bunga” kenapa disebut demikian, karena dulu jalan ini merupakan salah satu
rute dalam setiap acara yang diadakan kraton dan jalan sepanjang 1 km ini
akan dipenuhi dengan karangan bunga. Gelaran yang berlangsung antara lain
Jogja Java Carnival bulan Oktober, Pekan Budaya Tionghoa tiap Imlek, Festival
Kesenian Yogyakarta Juni – Juli, Karnaval Malioboro, dsb.
Jalan
yang sudah dikenal oleh wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara ini
mempunyai suasana khas Jogja, dimana Kita bisa makan di warung atau rumah
makan dengan “Lesehan” ditemani suara motor berseliweran dan tidak kalah unik
bisa mendengarkan pengamen dengan lagu “Yogyakarta” milik Kla Project. Produk
yang dijual merupakan produk khas jogja seperti baju, sandal, sepatu,
sovenir-sovenir kecil, wayang, dsb. Dapat Kita peroleh dengan kisaran harga
Rp 10000,- sampai Rp 30000,- untuk baju, sandal dan sepatu harga tersebut
juga bisa kurang apabila Anda pandai bernegosiasi dengan pedagang.
Untuk
makanan khas Jojga sendiri Anda lebih baik membeli di pusat oleh-oleh khas
jogja agar makanan yang Anda beli terjamin tanggal kadaluarsanya. Di tempat
ini juga menyediakan andong maupun becak untuk menemani Anda berkeliling di
kota Gudeg dengan kisaran harga minimal Rp 5000,-. Untuk pengunjung yang
menggunakan bus pariwisata sudah disediakan tempat khusus untuk lapangan
parkir bus dari berbagai daerah, dan Anda juga tidak perlu kuatir akan
terlambat masuk kedalam bus karena terlalu asyik menawar berbagai barang
karena pengelola menyediakan pos yang berfungsi untuk memanggil para
wisatawan dengan microphone agar tidak ada yang tertingal bus.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
v Dari beberapa objek yang telah dikunjungi bisa disimpukan
bahwa:
1. Siswa memperoleh
pengetahuan baru dari perjalanan yang sudah di laksanakan
2. Dengan bermodalkan
keuletan dan jelih melihat sejarah kita bisa menjadi tahu dan lebih memahami
3. Siswa dapat mengetahui
sejarah
4. Perjalanan terasa nyaman
dan tidak begitu membosankan.
B.
Saran
Setelah pelaksanaan suatu kegiatan
pasti mempunyai hal-hal yang kurang menyenangkan, agar kegiatan lebih baik
dikemudian hari diperlukan adanya kritik dan saran. Berikut kritik dan saran
yang sikiranya bisa diperbaiki baik untuk siswa maupun sekolah:
1. Siswa hendaknya harus mematuhi jam perjalanan yang dibuat oleh
sekolah agar perjalanan berjalan sesuai jadwal
dan selalu menjaga nama baik sekolah.
2. Guru pendamping
diharapkan lebih tegas lagi dalam memperingatkan siswa agar lebih mematuhi
jadwal perjalanan dan dapat mengontrol siswa.
BAB VII
PENUTUP
Demikian laporan
Study Tour Di Yogyakarta telah tersusun. Meski buku laporan ini
masih mempunyai banyak kekurangan. Laporan Study Tour ini dibuat sebagaimana yang telah di tetapkan oleh
Bapak/Ibu Guru MAN Pesanggaran. Hal-hal yang tertulis merupakan hasil pengamatan penulis selama
pelaksanaan Study Tour pada tanggal
20 Desember 2013 ke
objek wisata, dan kunjungan Borobudur dan Keraton
Yogyakarta.
Dengan disusunya laporan ini penulis mengharapkan akan
adanya gambaran bagi para siswa-siswi MAN Pesanggaran untuk
memelihara dan menjaga peninggalan sejarah. Untuk pihak sekolah diharapkan agar bisa mengetahui
kualitas dari program yang telah dilaksanakan, sudah mencapai tujuan yang
diharapkan atau bahkan menggali lebih dalam lagi dari kekurangan disetiap kunjungan.
Dan kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah ikut membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian pembuatan laporan
study tour diYogyakarta.
Banyuwangi, 20 Desember 2013
|
||||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar