Powered By Blogger

Sabtu, 08 Februari 2014

contoh laporan study tour



LAPORAN HASIL STUDY TOUR
KUNJUNGAN BOROBUDUR DAN KERATON






Disusun oleh:

Ø Farhan Nur Habibi
Ø Erna Tri Lestari
Ø Imam Mansur
Ø Istiqomah
Ø Faridatul laila


MADRASAH ALIYAH NEGERI PESANGGARAN
Jl.H. Ichsan kesilir Po. Box 237 Telp. (0333) 711129
Siliragung Banyuwangi 68488













HALAMAN PENGESAHAN

            Laporan kegiatan study tour tahun 2013 bertempat di Yogyakarta dengan judul kunjungan BOROBUDUR dan KERATON Yogyakarta.
Telah diperiksa dan disahkan pada,
Hari                             : Jum’at
Tanggal                       : 20 Desember 2013

.
Mengesahkan,


Wali kelas
Pembimbing


Anis Muyasaroh
NIP.19770302005012003
Isdiyanto, S.pd
NIP.19690417 2000501 1002


Mengetahui,

Kepala MAN Pesanggaran


Drs.Saeroji, M.Pd.I,M.Ag.
NIP.196802022001121003







MOTTO
&  Kita tidak akan pernah mengetahui bagaimana kuasa Tuhan bekerja hingga kita mulai belajar memahaminya.
&  Apapun yang kita peroleh tidak akan membuat bahagia, kalau kita tidak mengerti cara minikmati keadaan kita.
&  Pengalaman bukan dinilai dari lamanya melakukan suatu hal. Namun, dari seberapa banyak kita dapat menarik pelajaran dari apa yang sudah kita alami.
&  Pengetahuan adalah mata uang yang digunakan di belahan dunia manapun.
&  Suatu hal yang besar dimulai dengan hal-hal yang kecil dan sepele.





HALAMAN PERSEMBAHAN
Laporan Study Tour ini, penyusun persembahkan kepada:
      1.            Keluarga besar penulis, yang telah mendukung pelaksanaan kegiatan sekolah
      2.            Kepada Bapak/ Ibu guru MAN PESANGGARAN
      3.            Teman-teman seperjuangan kelas XI tahun ajaran 2013 dalam pelaksanaan Study Tour di  Yogyakarta.


KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kita masih dalam  keadaan sehat wal afiat amin,
dan kami bersyukur sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Study Tour dan penulisan laporan akhir Study Tour di Yogyakarta dengan baik.
Selama pelaksanaan Study Tour dan penyusunan laporan itu sendiri banyak pihak yang membantu dalam kelancaran tugas tersebut. Akhirnya, dengan pembuatan ini dapat dijadikan referensi yang  bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Pasanggaran khususnya yang merupakan media yang sangat elementer di tengah-tengah masyarakat.
1.        Seluruh pihak yang tergabung dalam wakil kepala sekolah hubungan masyarakat.
2.        Bapak dan Ibu Guru  MAN  Pesanggaran  yang telah memberikan bekal ilmu sehingga kami dapat menyelesaikan laporannya.
3.        Pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari keterbatasan kemampuan sehingga laporan ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik  yang membangun dan saran yang bermanfaat dari pembaca untuk kesempurnaan laporan ini.
                                                                              

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................          i
MOTTO ....................................................................................................          ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................        ii
KATA PENGANTAR .............................................................................          ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................         iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang                ...........................................................................          1    
B.     Dasar Penulisan                ..........................................................................          1    
C.     Tujuan                .........................................................................................          1    
D.    Waktu Dan Tempat                ....................................................................          1
                                                                                                                   
BAB II STUDY DI UNESA                                                                   
      A.Sejarah                                       ...............................................................          2
      B. Lokasi Kampus..................................................................                              2
      C. Fakultas Dan Program Study           ......................................................          2
      D.Biaya Pendidikan                   .........................................................                 2
      E.Fasilitas Dan Biro Lembaga....................................................................          3
F.Unit Kegiatan Mahasiswa........................................................................         3
G.Gedung Perkuliahan UNESA  ................................................................        3
BAB III KUNJUNGAN KE BOROBUDUR
a.       Sejarah Pembangunan              .............................................................          4
b.      Tahap Pembangunan Borobudur            ..............................................          5
c.       Konsep Rancang Pembangunan             ..............................................          6
d.      Struktur Bangunan          .....................................................................          8
BAB IV KERATON
A.  Sejarah        
     a.sejarah keraton Yogyakarta             ........................................................         9 
b.Keistimewaa                                     ......................................................        10    
c.lokasi dan fasilitas  .................................................................................        12
BAB V OBYEK WISATA
A.    Malioboro         
      a.   pasar malioboro         .....................................................................             13
BAB VI KESIMPULAN dan SARAN
A.    Kesimpulan                 ................................................................................        14
B.     Saran                ...........................................................................................        14
BAB VII PENUTUP ....................................................................................    14






BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Tujuan utama study tour adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang suatu obyek  peninggalan sejarah yang ada di Indonesia . Untuk itu kami berterima kasih kepada MAN Pesanggran yang telah  mengadakan atau memberi kesempatan untuk mengadakan program Study Tour untuk para siswa-siswi kelas XI ke Yogyakarta. Kegiatan ini juga dipadukan dengan kunjungan ke berbagai objek wisata di suatu daerah agar proses belajar tidak terlalu monoton dan memperlihatkan objek wisata di luar kota Solo.
B.      Dasar Penulisan
Laporan ini disusun sebagai bahan pertanggung jawaban setelah pelaksanaan Study Tour di Yogyakarta. Dalam penulisan laporan kami menggunakan metode observasi langsung dan pengumpulan data dalam berbagai sumber. Dengan demikian penulisan berisi tentang hal-hal yang sudah dilaksanakan bersama oleh kami dipadukaan dengan pengumpulan data dari berbagai sumber yang terdapat di internet.
C.       Tujuan
Suatu kegiatan dilaksanakan tentunya memiliki berbagai tujuan yang melatar belakangi kegiatan tersebut. Dalam hal ini tujuan dari Study Tour dan penulisan laporan adalah sebagai berikut:
1.    Memenuhi tugas sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan
2.    Membekali siswa akan gambaran langsung suatu obyek pengamatan
3.    Siswa mendapat gambaran tentang sejarah dimana mereka dapat menerapkan ilmu yang mereka dapat di Sekolah maupun di tempat study tour
4.    Melatih siswa dalam mempertanggung jawabkan pelaksanaan program sekolah dalam bentuk laporan.
D.     Waktu dan Tempat
Pelaksanaan Study Tour dilaksanakan oleh semua siswa kelas XI dalam waktu yang kurang lebih 4 hari di Yogyakarta dengan berbagai tempat tujuan.

hari, Tanggal: 20 Desember 2013
waktu           : 3 hari
tempat          : Surabaya (UNESA),Yogyakarta dan Jawa tengah



BAB II
STUDY DI UNESA
A.      Sejarah
Berawal dari nama IKIP Surabaya, institusi ini awalnya hanya menyelenggarakan kursus-kursus untuk memenuhi tingkat kebutuhan tenaga pengajar di Indonesia di tingkat SMP dan SMA yang bernama kursus B-I dan B-II. Kursus tanpa gelar ini meliputi berbagai bidang seperti bahasa inggris, bahasa jerman, teknik, ekonomi, perniagaan, dan lain-lain, yang berlangsung dari tahun 1950 sampai tahun 1960 dengan meminjam ruangan kelas serta laboratorium milik Belanda pada saat itu, yakni Hoogere Burger School atau HBS. Pada tahun 1960, kursus-kursus tersebut dimasukkan ke dalam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Airlangga dan berada di dua cabang universitas, yakni di Malang dan Surabaya. FKIP kemudain berganti nama menjadi IKIP yang berdiri sendiri pada tanggal 19 Desember 1964. Di tahun ini, IKIP Surabaya memiliki lima fakultas, dan menambah satu lagi pilihan fakultasnya di tahun 1977. Nama IKIP Surabaya berubah menjadi Universitas Negeri Surabaya pada tanggal 4 Agustus 1999, dan memiliki enam fakultas yakni Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Fakultas teknik (FT, dan Fakultas Ilmu keolahragaan (FIK). Unesa juga memiliki satu program pascasarjana. Karena sejarah Unesa tak bisa lepas dari IKIP Surabaya, maka keputusan diesnatalis Unesa ditetapkan pada saat IKIP Surabaya dibentuk, yakni pada tanggal 19 Desember 1964.
B.       Lokasi Kampus
Unesa memiliki dua kampus utama. Yang pertama yakni terletak di Jl. Ketintang, dan yang kedua terletak di Jl. Lidah Wetan, Surabaya.
C.       Fakultas dan Program Studi
Sebagai salah satu perguruan tinggi pilihan di Surabaya, Unesa memiliki beberapa fakultas dan program studi untuk menjadi pilihan para mahasiswa. Total, Unesa memiliki 63 program studi yang meliputi berbagai bidang dan dari jenjang D2, D3, S1, S2, sampai program doktoral (S3).
Di Bidang pendidikan, Unesa memiliki Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) dengan berbagai jurusan seperti pendidikan luar biasa, PGSD, manajemen pendidikan, dll.
Sementara di bidang seni, beberapa jurusan disediakan seperti jurusan bahasa inggris, bahasa jerman, bahasa mandarin, bahasa jepang, bahasa daerah, serta bahasa Indonesia.
Di bidang sains dan teknologi, Unesa memiliki beberapa jurusan, yakni matematika, fisika, kimia, biologi, teknik elektro, teknik mesin, serta teknik sipil.
Sedangkan bagi kamu yang berminat di bidang perekonomian, Unesa juga mempunyai jurusan yang bisa dipilih seperti pendidikan ekonomi, akuntansi, serta manajemen.
D.      Biaya Pendidikan
Bagi kamu yang ingin melanjutkan kuliah di Unesa, biaya pendidikan diperkirakan berkisar antara Rp 800.000 – Rp 8.000.000,-.
E.       Fasilitas & Biro Lembaga
Untuk mendukung proses perkuliahan, masing-masing fakultas memiliki beragam fasilitas seperti ruang perkuliahan yang kondusif. Selain itu, terdapat pula berbagai macam fasilitas seperti:
  1. Laboratorium di masing-maisng fakultas
  2. Perpustakaan
  3. ATM
  4. Unit Lembaga Penelitian
  5. Asrama Mahasiswa (Putri)
  6. Lembaga Penelitian
  7. Lembaga Pengabdian Masyarakat
Penghargaan
  1. Juara I Kontes Robot Cerdas Indonesia di Universitas Gadjah Mada, 2009
  2. Juara III PIMNAS di Universitas Brawijawa, 2009
  3. Meraih 11 medali emas, 9 medali perak, dan 10 medali erunggu di Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional, 2009
  4. Memperoleh 3 medali emas, dan 3 medali perak di Kejuaraan Nasional Pencak Silat Perisai Diri Piala Presiden, 2008
  5. Peringkat 6 nasional di Kontes Robot Indonesia
  6. Memeproleh medali perunggu di Kejuaraan Panjat Tebing Tingkat Asia X di Cina
  7. Runner-up di ajang Pekan Olahraga Mahasiswa ASEAN, 2004
  8. Memperoleh 1 medali perak dan 1 medali perunggu di ajang PIMNAS, 2004
F.        Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
Unesa memiliki beberapa UKM untuk menyalurkan minat dan bakat mahasiswa. Diantaranya adalah bidang penalaran, bidang minat dan bakat, bidang kesejahtareaan, serta bidang kerohanian yang bisa diikuti para mahasiswa, sehingga hobi dan bakat para mahasiswa bisa tersalurkan dengan cara yang positif.
G.      Gedung Perkuliahan Baru UNESA
Untuk meningkatkan kualitas perkuliahan, Rektor Unesa baru-baru ini meresmikan 4 gedung perkuliahan baru di Fakultas Ilmu Sosial (FIS), yakni Gedung I-1, I-3, I-5, dan I-7 pada tanggal 8 Februari 2012 yang lalu. Gedung representative baru ini diharapkan mampu membuat proses perkuliahan menjadi lebih kondusif. Peresmian gedung baru ini sekaligus melegaka para mahasiswa FIS yang sebelumnya harus melaksanakan perkuliahan di perpustakaan karena gedung tersebut sedang dalam tahap renovasi.



BAB III
KUNJUNGAN BOROBUDUR


a.     Sejarah pembangunan
Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, yang kala itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 - 100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825. Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa. Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km (6.2 mil) sebelah timur dari Borobudur. Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan sudah rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.
Pembangunan candi-candi Buddha — termasuk Borobudur — saat itu dimungkinkan karena pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun candi. Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya, Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi. Petunjuk ini dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi masalah yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja menyokong dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya. Akan tetapi diduga terdapat persaingan antara dua wangsa kerajaan pada masa itu — wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan wangsa Sanjaya yang memuja Siwa — yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada tahun 856 di perbukitan Ratu Boko. Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan, candi megah yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban wangsa Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra, akan tetapi banyak pihak percaya bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu pihak Sailendra juga terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.
b.Tahapan pembangunan Borobudur
Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal yang sangat besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan berat ini membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur memutuskan untuk membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa kecil dan satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan Borobudur:
  1. Tahap pertama: Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan kurun 750 dan 850 M). Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian atas bukit diratakan dan pelataran datar diperluas. Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu andesit, bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga menyerupai cangkang yang membungkus bukit tanah. Sisa bagian bukit ditutup struktur batu lapis demi lapis. Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida berundak.
  2. Tahap kedua: Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.
  3. Tahap ketiga: Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar di tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-batur teras bujur sangkar. Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat sehingga mendorong struktur bangunan condong bergeser keluar. Patut diingat bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga tekanan pada bagian atas akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga Borobudur terancam longsor dan runtuh. Karena itulah diputuskan untuk membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan hanya satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak longsor maka ditambahkan struktur kaki tambahan yang membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu
  4. Tahap keempat: Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki.
c.Konsep rancang bangunan
Pada hakikatnya Borobudur adalah sebuah stupa yang bila dilihat dari atas membentuk pola Mandala besar. Mandala adalah pola rumit yang tersusun atas bujursangkar dan lingkaran konsentris yang melambangkan kosmos atau alam semesta yang lazim ditemukan dalam Buddha aliran Wajrayana-Mahayana. Sepuluh pelataran yang dimiliki Borobudur menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana yang secara bersamaan menggambarkan kosmologi yaitu konsep alam semesta, sekaligus tingkatan alam pikiran dalam ajaran Buddha. Bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha. Dasar denah bujur sangkar berukuran 123 m (400 kaki) pada tiap sisinya. Bangunan ini memiliki sembilan teras, enam teras terbawah berbentuk bujur sangkar dan tiga teras teratas berbentuk lingkaran.
Pada tahun 1885, secara tidak disengaja ditemukan struktur tersembunyi di kaki Borobudur. Kaki tersembunyi ini terdapat relief yang 160 diantaranya adalah berkisah tentang Karmawibhangga. Pada relief panel ini terdapat ukiran aksara yang merupakan petunjuk bagi pengukir untuk membuat adegan dalam gambar relief. Kaki asli ini tertutup oleh penambahan struktur batu yang membentuk pelataran yang cukup luas, fungsi sesungguhnya masih menjadi misteri. Awalnya diduga bahwa penambahan kaki ini untuk mencegah kelongsoran monumen. Teori lain mengajukan bahwa penambahan kaki ini disebabkan kesalahan perancangan kaki asli, dan tidak sesuai dengan Wastu Sastra, kitab India mengenai arsitektur dan tata kota.] Apapun alasan penambahan kaki ini, penambahan dan pembuatan kaki tambahan ini dilakukan dengan teliti dengan mempertimbangkan alasan keagamaan, estetik, dan teknis.
·         Ketiga tingkatan ranah spiritual dalam kosmologi Buddha adalah:
Kamadhatu
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian kaki asli yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 160 panel cerita Karmawibhangga yang kini tersembunyi. Sebagian kecil struktur tambahan di sudut tenggara disisihkan sehingga orang masih dapat melihat beberapa relief pada bagian ini. Struktur batu andesit kaki tambahan yang menutupi kaki asli ini memiliki volume 13.000 meter kubik.
Rupadhatu
Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada dindingnya dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300 gambar relief. Panjang relief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir dekoratif. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk atau relung dinding di atas pagar langkan atau selasar. Aslinya terdapat 432 arca Buddha di dalam relung-relung terbuka di sepanjang sisi luar di pagar langkan. Pada pagar langkan terdapat sedikit perbedaan rancangan yang melambangkan peralihan dari ranah Kamadhatu menuju ranah Rupadhatu; pagar langkan paling rendah dimahkotai ratna, sedangkan empat tingkat pagar langkan diatasnya dimahkotai stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras bujursangkar ini kaya akan hiasan dan ukiran relief.
Arupadhatu
Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan relief, mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Pada pelataran lingkaran terdapat 72 dua stupa kecil berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang mengelilingi satu stupa besar sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini disusun dalam 3 teras lingkaran yang masing-masing berjumlah 32, 24, dan 16 (total 72 stupa). Dua teras terbawah stupanya lebih besar dengan lubang berbentuk belah ketupat, satu teras teratas stupanya sedikit lebih kecil dan lubangnya berbentuk kotak bujur sangkar. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar. Rancang bangun ini dengan cerdas menjelaskan konsep peralihan menuju keadaan tanpa wujud, yakni arca Buddha itu ada tetapi tak terlihat.
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud yang sempurna dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga Buddha yang tidak rampung, yang disalahsangkakan sebagai patung 'Adibuddha', padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung di dalam stupa utama, patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. Menurut kepercayaan patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini. Stupa utama yang dibiarkan kosong diduga bermakna kebijaksanaan tertinggi, yaitu kasunyatan, kesunyian dan ketiadaan sempurna dimana jiwa manusia sudah tidak terikat hasrat, keinginan, dan bentuk serta terbebas dari lingkaran samsara.
d.Struktur bangunan


Arca singa penjaga gerbang                            Ukiran raksasa sebagai kepala pancuran drainase
 











Penampang candi Borobudur terdapat           Tangga Borobudur mendaki melalui serangkaian gapura                                                                 berukir Kala-Makara
 rasio perbandingan 4:6:9 antara bagian
 kaki, tubuh, dan kepala

Sekitar 55.000 meter kubik batu andesit diangkut dari tambang batu dan tempat penatahan untuk membangun monumen ini. Batu ini dipotong dalam ukuran tertentu, diangkut menuju situs dan disatukan tanpa menggunakan semen. Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock (saling kunci) yaitu seperti balok-balok lego yang bisa menempel tanpa perekat. Batu-batu ini disatukan dengan tonjolan dan lubang yang tepat dan muat satu sama lain, serta bentuk "ekor merpati" yang mengunci dua blok batu. Relief dibuat di lokasi setelah struktur bangunan dan dinding rampung.




BAB IV
KERATON YOGYAKARTA

A.   
A.Sejarah
Keraton Jogjakarta mulai didirikan oleh Sultan
Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti.
Lokasi keraton konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang
bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat
iring-iringan jenazah raja-raja Mataram yang akan dimakamkan
di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan
sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan
Beringan. Sebelum menempati Keraton Jogjakarta,
Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan
Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan
Gamping, Kabupaten Sleman. Lokasi Keraton Jogjakarta berada
di antara Sungai Code di sebelah timur dan Sungai Winongo di sebelah barat serta Panggung Krapyak di sebelah selatan dan Tugu Jogja di sebelah utara. Lokasi ini juga berada dalam satu garis imajiner Laut Selatan dan Gunung Merapi.

B.Keistimewaan
Kata keraton berasal dari kata ka-ratu-an, yang berarti tempat tinggal ratu/raja. Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta ini memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Secara garis besar wilayah keraton memanjang 5 km ke arah selatan hingga Panggung Krapyak dan 2 km ke utara berakhir di Tugu. Pada garis ini terdapat garis linier dualisme terbalik. Bisa dibaca secara simbolik filosofis bahwa dari Panggung Krapyak menuju ke Keraton (Kompleks Kedhaton) menunjukkan "sangkan", yaitu asal mula penciptaan manusia sampai manusia tersebut dewasa. Ini dapat dilihat dari kampung di sekitar Panggung Krapyak yang diberi nama kampung Mijen (berasal dari kata "wiji" yang berarti benih). Di sepanjang jalan D.I. Panjaitan ditanami pohon asam dan pohon tanjung yang melambangkan masa anak-anak menuju remaja. Dari Tugu menuju ke Keraton (Kompleks Kedhaton) menunjukkan "paran" tujuan akhir manusia yaitu menghadap penciptanya. Tujuh gerbang dari Gladhag sampai Donopratopo melambangkan tujuh langkah/gerbang menuju surga (seven steps to heaven). Sedangkan dari Keraton menuju Tugu juga diartikan sebagai jalan hidup yang penuh godaan. Pasar Beringharjo melambangkan godaan wanita, sedangkan godaan akan kekuasaan dilambangkan lewat Gedung Kepatihan. Keduanya terletak di sebelah kanan. Jalan lurus itu sendiri sebagai lambang manusia yang dekat dengan Pencipta (Sankan Paraning Dumadi). Secara sederhana, Tugu adalah perlambangan Lingga (laki-laki) dan Panggung Krapyak perlambangan Yoni (perempuan). Sedangkan Keraton sebagai jasmani yang berasal dari keduanya.

Tugu dan Bangsal Manguntur Tangkil atau Bangsal Kencana (tempat singgasana raja), terletak dalam garis lurus. Hal ini mengandung arti, ketika Sultan duduk di singgasananya dan memandang ke arah Tugu, maka
beliau akan selalu mengingat rakyatnya (manunggaling kawula gusti). Tatanan Keraton sama seperti Keraton Dinasti Mataram pada umumnya. Bangsal Kencana yang menjadi tempat raja memerintah –menyatu dengan Bangsal Prabayeksa sebagai tempat menyimpan senjata-senjata pusaka Keraton (di ruangan ini terdapat lampu minyak Kyai Wiji, yang selalu dijaga abdi dalem agar tidak padam)— berfungsi sebagai pusat. Bangsal tersebut dilingkupi oleh pelataran Kedhaton, sehingga untuk mencapai pusat, harus melewati halaman yang berlapis-lapis menyerupai rangkaian bewa (ombak) di atas lautan. Tatanan spasial Keraton ini sangat mirip dengan konstelasi gunung dan dataran Jambu Dwipa, yang dipandang sebagai benua pusatnya jagad raya.      
Bangunan-bangunan Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional. Di beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti Portugis, Belanda, bahkan Cina. Bangunan di tiap kompleks biasanya berkonstruksi Joglo atau turunan konstruksinya. Secara umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon tertentu. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu. Daun pintu terbuat dari kayu jati yang tebal. Di belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang disebut Renteng atau Baturono. Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas.
Keraton diapit dua alun-alun yaitu Alun-Alun Utara dan Alun-Alun Selatan. Masing-masing alun-alun berukuran kurang lebih 100×100 meter. Sedangkan secara keseluruhan Keraton Yogyakarta berdiri di atas tanah seluas 1,5 km persegi. Bangunan inti keraton dibentengi dengan tembok ganda setinggi 3,5 meter berbentuk bujur sangkar (1.000 x 1.000 meter). Sehingga untuk memasukinya harus melewati pintu gerbang lengkung yang disebut plengkung. Ada lima pintu gerbang plengkung (dua di antaranya masih masih bisa kita saksikan hingga kini) yaitu Plengkung Tarunasura atau Plengkung Wijilan di sebelah timur laut, Plengkung Jogosuro atau Plengkung Ngasem di sebelah barat daya, Plengkung Joyoboyo atau Plengkung Tamansari di sebelah barat, Plengkung Nirboyo atau Plengkung Gading di sebelah selatan, dan Plengkung Tambakboyo atau Plengkung Gondomanan di sebelah timur. Di dalam benteng, khususnya yang berada di sebelah selatan dilengkapi jalan kecil yang berfungsi untuk mobilisasi prajurit dan persenjataan. Sedangkan sebagai pertahanan, pada keempat sudut benteng dibuat bastion (tiga di antaranya masih bisa kita saksikan hingga kini) yang dilengkapi dengan lubang kecil yang berfungsi untuk mengintai musuh.

Di dalam bangunan benteng, selain ada bangunan keraton tempat tinggal Raja, di sekitarnya juga ada sejumlah kampung sebagai tempat bermukim penduduk, yang pada zaman dulu merupakan abdi dalem keraton, namun pada perkembangan berikutnya, hingga sekarang, orang yang tinggal di dalam benteng keraton tidak harus sebagai abdi dalem. Nama-nama kampung di dalam "njeron beteng" (wilayah dalam benteng) mempunyai sejarahnya sendiri dan masing-masing berbeda. Sebagai contoh gamelan, dahulu merupakan tempat tinggal para abdi dalem yang bekerja sebagai gamel (pemelihara kuda), siliran (pemelihara lampu/alat penerangan), nagan (niyagan/penabuh gamelan), matrigawen (penjaga keamanan lingkungan keraton), patehan (pembuat dan penyedia teh), kenekan (dari kata Bahasa Belanda knecht/pembantu, untuk menyebut para abdi dalem yang membantu kusir/sais kereta kuda), Langenastran (tempat tinggal kesatuan prajurit Langen Astra yang bertugas sebagai pengawal Sultan), Suryaputran (tempat tinggal Pangeran Suryaputra, putra Sultan Hamengku Buwana VIII), Kauman (tempat tinggal para Kaum/pemimpit umat Islam), rotowijayan (tempat menyimpan dan memelihara kereta kuda milik keraton), tamansari (tempat tinggal para istri dan puteri raja yang belum menikah), dan seterusnya. 
C.Lokasi dan Fasilitas

Kompleks Keraton Sultan Jogjakarta terletak di pusat kota Jogjakarta, tepatnya persis di sebelah selatan titik km. 0 Kota Jogjakarta. Dari Tugu Jogjakarta, kita tinggal berjalan lurus ke selatan, melewati Jalan Malioboro hingga memasuki gerbang utara Keraton di Alun-Alun Utara Jogjakarta. Karena terletak di pusat kota Jogjakarta, fasilitas dan akomodasi di sekitar kompleks Keraton Sultan Jogjakarta sangatlah lengkap. Selain segala jenis hotel, dari mulai hotel berbintang hingga hotel melati, dan segala jenis restoran/tempat makan, dari mulai restoran mewah hingga angkringan (warung makan kaki lima khas Jogjakarta), kita juga bisa memanjakan hasrat belanja kita dengan segala macam cinderamata, pakaian, kerajinan, dan makanan khas Jogjakarta di sepanjang Jalan Malioboro, di Pasar Beringharjo, maupun di toko-toko di sekitar kompleks keraton. Semuanya tidak terlalu jauh dari keraton dan bisa ditempuh dengan jalan kaki atau naik becak maupun andong (sejenis kereta kuda). Begitu pula dengan sarana transportasi dan komunikasi, semuanya dapat kita peroleh dengan mudah. Kawasan wisata Keraton Sultan Jogjakarta ini buka setiap hari Senin hingga Minggu, jam 08.00 s.d. 13.30, kecuali hari Jumat jam 08.00 s.d. 11.30. Harga tiket masuk bagi turis lokal Rp. 5.000, -, sedangkan untuk turis asing Rp. 10.000, - .

BAB V
OBYEK WISATA
      Malioboro
Tidak lengkap rasanya jika berkunjung ke Yogyakarta tanpa pergi ke jalan yang satu ini yaitu Jl. Malioboro dengan panjang kurang lebih 2 km dari pintu perlintasan KA Stasiun Tugu sampai Kraton Kasunanan Yogyakarta. Kata malioboro sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “Karangan Bunga” kenapa disebut demikian, karena dulu jalan ini merupakan salah satu rute dalam setiap acara yang diadakan kraton dan jalan sepanjang 1 km ini akan dipenuhi dengan karangan bunga. Gelaran yang berlangsung antara lain Jogja Java Carnival bulan Oktober, Pekan Budaya Tionghoa tiap Imlek, Festival Kesenian Yogyakarta Juni – Juli, Karnaval Malioboro, dsb.
Jalan yang sudah dikenal oleh wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara ini mempunyai suasana khas Jogja, dimana Kita bisa makan di warung atau rumah makan dengan “Lesehan” ditemani suara motor berseliweran dan tidak kalah unik bisa mendengarkan pengamen dengan lagu “Yogyakarta” milik Kla Project. Produk yang dijual merupakan produk khas jogja seperti baju, sandal, sepatu, sovenir-sovenir kecil, wayang, dsb. Dapat Kita peroleh dengan kisaran harga Rp 10000,- sampai Rp 30000,- untuk baju, sandal dan sepatu harga tersebut juga bisa kurang apabila Anda pandai bernegosiasi dengan pedagang.
Untuk makanan khas Jojga sendiri Anda lebih baik membeli di pusat oleh-oleh khas jogja agar makanan yang Anda beli terjamin tanggal kadaluarsanya. Di tempat ini juga menyediakan andong maupun becak untuk menemani Anda berkeliling di kota Gudeg dengan kisaran harga minimal Rp 5000,-. Untuk pengunjung yang menggunakan bus pariwisata sudah disediakan tempat khusus untuk lapangan parkir bus dari berbagai daerah, dan Anda juga tidak perlu kuatir akan terlambat masuk kedalam bus karena terlalu asyik menawar berbagai barang karena pengelola menyediakan pos yang berfungsi untuk memanggil para wisatawan dengan microphone agar tidak ada yang tertingal bus.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A.   Kesimpulan
v  Dari beberapa objek yang telah dikunjungi bisa disimpukan bahwa:
1.     Siswa memperoleh pengetahuan baru dari perjalanan yang sudah di laksanakan
2.      Dengan bermodalkan keuletan dan jelih melihat sejarah kita bisa menjadi tahu dan lebih                                                                                memahami
3.      Siswa dapat mengetahui sejarah
4.      Perjalanan terasa nyaman dan tidak begitu membosankan.
                                                                                                                       

B.   Saran
Setelah pelaksanaan suatu kegiatan pasti mempunyai hal-hal yang kurang menyenangkan, agar kegiatan lebih baik dikemudian hari diperlukan adanya kritik dan saran. Berikut kritik dan saran yang sikiranya bisa diperbaiki baik untuk siswa maupun sekolah:
1.      Siswa hendaknya harus mematuhi jam perjalanan yang dibuat oleh sekolah agar perjalanan berjalan sesuai jadwal dan selalu menjaga nama baik sekolah.
2.      Guru pendamping diharapkan lebih tegas lagi dalam memperingatkan siswa agar lebih mematuhi jadwal perjalanan dan dapat mengontrol siswa.


BAB VII
PENUTUP

Demikian laporan Study Tour Di Yogyakarta telah tersusun. Meski buku laporan ini masih mempunyai banyak kekurangan. Laporan Study Tour ini dibuat sebagaimana yang telah di tetapkan oleh Bapak/Ibu Guru MAN Pesanggaran. Hal-hal yang tertulis merupakan hasil pengamatan penulis selama pelaksanaan Study Tour pada tanggal 20 Desember 2013 ke objek wisata, dan kunjungan Borobudur dan Keraton Yogyakarta.
Dengan disusunya laporan ini penulis mengharapkan akan adanya gambaran bagi para siswa-siswi MAN Pesanggaran untuk memelihara dan menjaga peninggalan sejarah. Untuk pihak sekolah diharapkan agar bisa mengetahui kualitas dari program yang telah dilaksanakan, sudah mencapai tujuan yang diharapkan atau bahkan menggali lebih dalam lagi dari kekurangan disetiap kunjungan.
Dan kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian pembuatan laporan study tour diYogyakarta.
Banyuwangi, 20 Desember 2013
                                                                                        

 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar